Rabu

Gadis Di Sudut Air Mata

                                              Gadis di Sudut Air Mata

Mengayun hening di sore ini
Gerimis turunpun enggan sendiri
Dengan riangnya halilintar mengantarkan di muka bumi
Namun anak manusia membekap telinga di tengah kesendiriannya

Masih saja begitu dan selalu begitu
Teh hangat dan sebatang rokok mengebul adalah percakapan batinnya
Dengan perhatian lebih Tuhan yang di sana datang dengan mencicing jaritnya di tengah gerimis
Mengusap  kumis dan jenggot panjang yang basah di sapa air
Ia datang mencoba membuka obrolan dengan tak lupa memesan kopi manis kesukaanNYA

Masih saja begitu dan selalu begitu
Kopi manis Tuhan udah habis setengah gelas
Bahkan satu katapun belum di sahutnya
Hanya senyum sinis dan lirikkan bengis di lemparkannya pada muka Tuhan

Setengah jam sama halnya tiga puluh menit
Air mata menetes tanpa rencana di sudut mata
Menahan sesak rindu yang menghantam dada
Mengingat gadis yang tak jelas maunya
Gadis manis yang menggantung di ulu nadinya
Gadis yang mengoyak jeroan ruh cintanya






                                     Segelas Cinta

Bahkan tak secoret puisi pernah ku tuliskan untukmu
Atau bahkan mungkin boneka imut ku hadiahkan padamu
Tapi percayalah padaku
Percayaku untukmu seutuhnya
Lintasan  musim dunia initak akan merubah cintaku padamu

Nduk cah ayu hai detak jantungku
Jangan pernah risaukan banjir meluap di hadapanmu
Tapi belai dan rasakanlah sejuknya air itu
Maka engkau akan mati dan tertawa karenanya
Begitulah cintaku padamu

Nduk cah ayu..
Bagaimana aku bias diam!
Kalau aku diam aku takut mati
Mati dalam bayangan lesung pipit dan montoknya susumu

Setiap kali aku memandang tubuhmu..’
Segelas air putih ku minum dengan pelan-pelan hingga menelusuri rongga
Seakan ku berselancar dengan keringat hangat di tubuhmu

Nduk cah ayu…
Setiap kali ku lihat senyummu, ku ulang lagi hal yang sama
Ku ambil air putih dengan gelas kaca bening hadiah deterjen itu
Ku minum air itu namun tak ku biarkan berlari dari dinding mulutku
Ku tahan dan seakan ku rasakan lumatan bibirmu yang tipis dan menggoda itu

Nduk cah ayu…
Aku cumbu engkau dengan setulusku
Bukan aku jijik untuk memeluk dan menlusuri tubuhmu
Bukan juga aku jijik melumat bibir dan meremas susumu yang masih ranum
Hingga air dalam gelas bening ini menggantikanmu.

Nduk…. Mengertilah
Tuhan sedang melotot ke arahku
Tangannya menantang di atas pinggang
Sekali-kali iA busungkan dadanya dan berlagak marah padaku

Nduk.. sabarlah… sabar  ya…
Sebenernya DIA itu sayang padaku dan padamu
Biar ku beranikan diri dulu mendekat padaNYA
Supaya iA ajarkan padaku bagaimana cara mencumbumu dengan benar.

1 komentar: