Senin

Psikologi Pra Sekolah"

Bagaimana Kiat Memilih Lembaga Pendidikan Prasekolah

Anak-anak memiliki potensi luar biasa untuk berkembang. Secara naluri, anak-anak sudah mulai bereksplorasi untuk mengekspresikan rasa ingin tahunya sejak anak mulai belajar berjalan. Kedekatan yang berlebihan antara anak dan orangtua atau pengasuhnya selayaknya dikurangi.

Mulailah dikenalkan pada teman sebayanya untuk melatih perkembangan sosial-emosionalnya. Dengan demikian mereka menjadi anak yang mandiri sejak usia dini. Dengan kemandirian, anak tersebut akan lebih mudah distimulasikan perkembangan aspek-aspek kecerdasan lainnya (multiple intelligences).

Seperti yang dikatakan Glenn Doman, seorang ahli perkembangan anak, perkembangan otak manusia paling pesat terjadi pada usia 0 sampai 7 tahun dan bisa dicapai secara optimal apabila diberikan stimulasi yang tepat.

Oleh karena itu, tidak keliru jika peranan pendidikan prasekolah (seperti playgroup dan TK) dianggap makin penting karena diyakini bisa memberikan fondasi yang kuat untuk jenjang pendidikan selanjutnya.

Belakangan ini banyak muncul tawaran program pendidikan anak-anak usia prasekolah. Wajar, jika para orangtua sangat selektif memilih lembaga pendidikan bagi putra-putrinya. Karena, jika keliru dalam memilih. tak hanya kerugian secara finansial yanmg diderita, juga risiko terhadap masa depan anaknya.

Berikut, beberapa pertimbangan praktis dalam memilih pendidikan prasekolah yang tepat:

1. Pengaturan Program

Program yang diterapkan harus terarah dan sesuai dengan kelompok usia anak sehingga dapat mengoptimalkan perkembangan anak secara fisik (physical development), perkembangan intelektual (intellectual development), perkembangan sosial-emosional (social-emotional development) maupun optimalisasi kemampuan anak dalam berkomunikasi untuk mengekspresikan keinginannya (language development).

Pada usia prasekolah, tingkat perkembangan masing-masing anak berbeda. Keempat perkembangan dasar tersebut harus distimulasikan secara seimbang dalam bentuk kegiatan “belajar sambil bermain” dalam proses yang komunikatif dan penuh kasih sayang, sehingga anak-anak merasa betah di sekolah.

Apakah lembaga prasekolah yang dipilih sudah menerapkan program yang tepat, sehingga putra-putri Anda dijamin mendapatkan stimulasi sesuai dengan kebutuhannya?

Program prasekolah akan makin lengkap jika ada program kunjungan (excursion) ke tempat-tempat yang menarik, seperti pengenalan alam dan binatang. Hal ini penting untuk menambah wawasan dan mengembangkan imajinasi anak. Tanyakan, apakah prasekolah yang dicari memiliki program excursion secara berkala dan terorganisasikan dengan baik?

2. Rancangan Aktivitas

Dalam usia prasekolah, anak-anak umumnya cepat bosan terhadap aktivitas yang diberikan. Sudahkah aktivitas dirancang dengan berbagai variasi permainan dan alat bantu yang memadai untuk mengurangi rasa bosan? Aktivitas sebaiknya dirancang dalam bentuk indoor activities (di dalam ruangan) dan outdoor activities (di luar ruangan).

Aktivitas di dalam ruangan difokuskan untuk melatih konsentrasi anak, menstimulasikan daya imajinasi anak dan menumbuhkan daya kreativitas serta logika berpikir anak. Selain itu melatih disiplin anak dalam kebiasaan sehari-hari, seperti membiasakan anak untuk merapikan mainannya, makan sendiri, mengangkat piring makannya ke trolley yang telah disediakan (dikenal dengan pendekatan Montessori).

Sedangkan aktivitas di luar ruangan difokuskan untuk optimalisasi perkembangan fisik dan sosial-emosional anak, seperti berlari, main ayunan, perosotan, bermain pasir, melatih anak untuk bersosialisasi dengan teman-temannya, juga bermain air di kolam renang yang merupakan aktivitas yang sangat disenangi. Suasana yang nyaman dan menyenangkan akan membuat anak-anak tidak cepat bosan dalam meniti hari-harinya bermain sambil belajar di sekolah. Yakinkan, lembaga prasekolah yang anda pilih memenuhi kriteria seperti itu.

3. Fasilitas dan Alat Bantu Bermain yang Tepat

Perhatikan fasilitas yang dimiliki, seperti gedung sekolah, ruang kelas, sarana dan prasarana yang mendukung aktivitas anak. Pada usia prasekolah, merupakan saat anak-anak menunjukkan kebolehannya melakukan sesuatu yang diinginkan dan mulai menunjukkan rasa percaya diri. Di sisi lain, umumnya keseimbangan fisik anak belum stabil, sehingga tidak jarang terjadi anak-anak terjatuh atau terpeleset saat bermain bersama temannya. Oleh karena itu, kegiatan prasekolah tidak dilakukan di gedung bertingkat untuk mengurangi risiko terjatuh di tangga yang dapat berakibat fatal terhadap perkembangan fisik maupun mentalnya.

Yang lebih membahayakan jika terjatuh dari tangga dan terjadi benturan yang keras yang dapat mengakibatkan cedera otak yang tak tampak saat itu namun dampaknya baru terlihat dalam jangka panjang. Aspek keamanan dan kenyamanan sangat penting diperhatikan agar terhindar dari bahaya yang tidak diinginkan.

Anak-anak memerlukan ruang gerak yang leluasa saat bermain di luar ruangan. Yakinkan, apakah sekolah memiliki halaman bermain yang cukup luas untuk aktivitas di luar ruangan? Perhatikan juga alat bantu bermain yang digunakan, dari segi ukuran harus sesuai dengan usia anak dan aman dari segi kesehatan dan keselamatan anak.

Misalnya (i) ukuran mainan tidak terlalu kecil untuk usia bayi dan toddlers (usia di bawah 2 tahun) karena akan sangat berbahaya apabila tertelan, dan (ii) bahan-bahan seperti krayon dan plastisin (playdough) tidak boleh mengandung bahan pewarna toxic (zat yang berbahaya bagi kesehatan) karena ada kemungkinan dimakan mereka.

4. Rasio Jumlah Anak dan Guru

Rasio jumlah anak dan pengasuh/guru penting diperhatikan, karena berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan dan pendidikan. Untuk program pengasuhan bayi dengan usia di bawah 1 tahun (nursery), perbandingan yang ideal adalah seorang pengasuh mengasuh seorang bayi (1:1); program toddlers (anak usia 1-2 tahun) perbandingannya seorang pengasuh mengasuh 4 anak (1:4); program playgroup (3-4 tahun) seorang pengasuh untuk 8 anak (1:8); program TK, idealnya seorang guru membina 10 anak (1:10).

Karakter pengasuh juga amat menentukan keberhasilan program ini. Karena itu, pengasuh hendaknya sabar, sehingga disenangi anak-anak. Pengasuh juga harus mampu memerankan diri sebagai orangtua siswa, sehingga anak-anak merasa nyaman dan terlindungi.

5. Lamanya Waktu di Sekolah

Pengalaman menunjukkan, makin pendek waktu sekolah dan/atau makin jarang anak-anak mengikuti program dalam seminggu, makin stres mereka dalam mengikuti program prasekolah. Ini terjadi karena faktor psikologis, karena anak harus melakukan proses adaptasi dengan lingkungan sekolahnya setelah seharian di rumah bersama orangtua atau pengasuhnya. Misalnya: (i) jika program prasekolah hanya dilaksanakan 2 jam sehari, maka pada saat naluri keberanian anak mulai muncul, ternyata anak sudah harus pulang karena bel tanda pulang sudah berbunyi; dan (ii) jika program prasekolah hanya 3 kali seminggu menyebabkan anak harus mengulangi proses adaptasinya tiap kali datang ke sekolah karena kemarinnya mereka libur. Kedua hal tersebut akan menghambat kemandirian anak sehingga kelihatannya tidak ada kemajuan pada kemandirian anak.

Proses adaptasi ini memerlukan waktu yang tidak cepat sesuai dengan karakter anak dan pola asuh yang diberikan. Rasa kedekatan yang berlebihan antara anak dan orangtua atau pengasuhnya merupakan salah satu penghambat bagi anak dalam mengikuti proses pendidikan prasekolah.

Oleh karena itu, pilihlah lembaga pendidikan prasekolah yang memiliki program dengan jumlah kehadiran di sekolah yang lebih rutin dan lamanya waktu di sekolah yang lebih panjang, dengan syarat suasana harus nyaman dan menyenangkan dengan berbagai pilihan program menarik dengan alat bantu yang memadai sehingga anak-anak betah di sekolah.

6. Penerapan Disiplin

Pendekatan positif sangat diperlukan dalam memberikan pengarahan kepada anak, sehingga anak-anak tidak merasa stres dan terbebani untuk mengikuti aturan/disiplin yang diterapkan. Guru/pengasuh harus memberikan contoh yang baik kepada anak dalam penerapan disiplin karena anak-anak akan meniru teman dan pengasuh/gurunya. Penerapan sistem punishment and reward sangat cocok dalam penerapan disiplin anak. Yakinkan, prasekolah yang dipilih menerapkan sistem tersebut.

7. Pemeriksaan Kesehatan

Kesehatan sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Carilah kejelasan apakah prasekolah yang dipilih menyediakan fasilitas pemeriksaan kesehatan secara rutin oleh tenaga medis (dokter).

8. Pengelolaan

Sukses tidaknya sebuah kegiatan sangat ditentukan oleh kemampuan manajerial pengelolanya. Pengelola prasekolah harus memiliki pengetahuan memadai tentang pendidikan prasekolah dan juga memiliki talenta sebagai figur yang disenangi anak-anak. Carilah informasi tentang pengelola prasekolah yang diinginkan. Apakah memiliki latar belakang pendidikan prasekolah dan komitmen yang kuat kepada dunia pendidikan? Apakah pengawasan dilakukan secara langsung oleh pihak pengelola?

Pilihan Jatuh Kepada Denpasar Children Centre

Denpasar Children Centre (DCC), lembaga pendidikan terpadu Prasekolah dan Sekolah Dasar memiliki semua persyaratan tersebut. DCC dibangun di atas tanah seluas 3.600 m2 (36 are) dengan areal bermain dan tempat parkir yang luas menciptakan suasanan aman dan nyaman bagi anak didiknya. Dengan misi “Mengoptimalkan Kecerdasan dan Kemandirian Anak” menjadikan DCC sebagai pusat pendidikan anak dengan program terarah dan alat bantu berkualitas yang berpedoman pada Quality Improvement and Accreditation System, Sydney, Australia.

DCC dikelola secara profesional oleh Ir. IGA Oka Suryawardani, M.Mgt (Bu Dani), seorang dosen Unud lulusan program S2 Manajemen di The University of Queensland, Brisbane, Australia. Bu Dani juga menyelesaikan Program Pendidikan Prasekolah “Diploma in Children Services” di Australian Childcare Career Options, Brisbane, Australia. Dengan berbekal pengalaman bekerja sebagai Assistant Group Leader di UQ Playhouse and Childcare Centre di Brisbane Australia selama 2 tahun, pengawasan yang ketat dilakukan oleh Bu Dani agar pelaksanaan program dan aktivitas sesuai dengan yang direncanakan. Di samping itu, pembatasan jumlah siswa tiap kelas sesuai dengan kelompok usia akan dapat memberikan perhatian yang optimal kepada anak-anak tanpa pilih kasih, sehingga misi DCC “Mengoptimalkan Kecerdasan dan Kemandirian Anak” dapat tercapai.

Sebagai kelanjutan program Prasekolah, kini DCC telah siap dengan program Sekolah Dasar (SD Cerdas Mandiri). Proses belajar-mengajar di SD Cerdas Mandiri mengikuti Kurikulum Nasional yang diperkaya muatan lokal dan wawasan internasional, yakni bahasa Inggris dijadikan bahasa kedua (second language) yang diajarkan native speakers. Bahasa Inggris juga diberikan kepada siswa Prasekolah sehingga anak-anak diharapkan mampu berkomunikasi dalam dua bahasa (bilingual) sejak usia dini. Untuk memantapkan wawasan internasional bagi siswa SD, maka dirancang Students Exchange Program yaitu pertukaran siswa ke luar negeri (seperti Australia) yang akan dilakukan pada saat siswa duduk di kelas 5.

http://balikidz.com/2008/05/12/bagaimana-kiat-memilih-lembaga-pendidikan-prasekolah/



Perkembangan Sosial Anak-Anak

Perkembangan Sosial Anak-Anak
Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial.                     Menurut Yusus (2002) pada usia anak-anak bentuk-bentuk tingkah laku sosial itu adalah sebagai berikut:
a)  pembangkangan (negativisme), yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan, tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku melawan merupakan salah satu bentuk dari proses perkembangan tersebut.
b) Agresi (agression), yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi ini merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustasi (rasa kecewa karena tidak            terpenuhi kebutuhan atau keinginannya) yang dialaminya. Agresi ini mewujud dalam prilaku menyerang, seperti, memukul, mencubit, menendang, menggigit, marah-marah dan mencaci maki.
c) Berselisih atau bertengkar (quarreling), terjadi apabila seorang anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap dan prilaku anak lain, seperti diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut barang atau mainannya.
d) Menggoda (teasing), yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif. Menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan). Sehingga menimbulkan reaksi marah pada orang yang diserangnya.
e)  Persaingan (rivarly), yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong (distimulasi) orang lain.
f)   Kerja sama (cooperation), yaitu sikap mau bekerja sama dengan kelompok. Anak yang berusia dua atau tiga tahun belum berkembang sikap bekerjasamanya, mereka masih kuat sikap self centered-nya.
g) Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior), yaitu sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness wujud dari tingkah laku ini, seperti meminta, menyuruh dan mengancam atau memaksa orang lain untuk memenuhi kebutuhan dirinya.
h) Mementingkan diri sendiri (selfishness) yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya.
i)   Simpati (Sympaty), yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain, mau mendekati atau bekerja sama dengannya. Seiring dengan bertambahnya usia,               anak mulai dapat mengurangi sikap selfish-nya dan dia mulai mengembangkan sikap sosialnya, dalam hal ini rasa simpati terhadap orang lain.
     Sedangkan menurut Hurlock(1980 : 81) perilaku sosial anak-anak pra sekolah dapat dikategorikan menjadi dua pola yaitu pola perilaku sosial dan tidak sosial:
a) Pola Sosial 1) Meniru. Agar sama dengan kelompok, anak meniru sikap dan perilaku orang yang sangat ia kagumi, 2) Persaingan. Keinginan untuk mengungguli dan mengalahkan orang-orang lain. 3)                     Kerjasama. Pada akhir tahun ketiga bermain kooperatif dan kegiatan kelompok mulai berkembang dan meningkat dengan baik dalam frekwensi maupun lamanya berlangsung, bersamaan dengan                      meningkatnya kesempatan untuk bermain dengan anak lain, 4) Simpati. Karena simpati menumbuhkan pengertian tentang perasaan-perasaan dan emosi orang lain. 5) Empati. Seperti halnya simpati,              empati menumbuhkan pengertian tentang perasaan dan emosi orang lain tetapi di samping itu juga membutuhkan kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di tempat orang lain. 6) Dukungan               Sosial. Menjelang berakhirnya awal masa kanak-kanak, dukungan sosial dari teman menjadi lebih penting daripada persetujuan dari orang-orang dewasa, anak beranggapan bahwa perilaku nakal dan                 perilaku mengganggu merupakan cara untuk memperoleh dukungan dari teman-teman sebaya, 7) Membagi. Dari pengalaman bersama orang-orang lain, anak mengetahui bahwa salah satu cara untuk              memperoleh persetujuan sosial adalah dengan membagi miliknya terutama mainan untuk anak-anak lain, lambat laun sifat diri sendiri berubah menjadi sifat murah hati, Perilaku Akrab. Anak yang                  pada waktu bayi memperoleh kepuasan dari hubungan yang hangat, erat dan personal dengan orang lain berangsur-angsur memberikan kasih sayang kepada orang luar rumah, seperti guru taman                  indria atau benda-benda ini disebut obyek kesayangan.
b) Pola Tidak Sosial 1) Negativisme. Negativisme atau melawan otoritas orang dewasa, 2) Agresif. Perilaku agresif meningkat antara usia dua atau empat tahun, 3) Perilaku Berkuasa. Perilaku Berkuasa                   atau merajai mulai usia sekitar tiga tahun, 4) Memikirkan Diri Sendiri. Karena cakrawala sosial anak terutama terbatas di rumah, anak-anak seringkali memikirkan diri sendiri, dengan meluasnya                  cakrawala lambat laun perilaku memikirkan diri sendiri berkurang tetapi perilaku murah hati masih sangat sedikit, 5) Mementingkan Diri Sendiri. Seperti halnya perilaku memikirkan diri sendiri lambat                      laun diganti oleh minat dan perhatian kepada orang-orang lain, cepatnya perubahan ini bergantung pada banyaknya kontak orang-orang di luar rumah dan berapa besar keinginan mereka untuk                         diterima teman-temannya, 6) Merusak. Ledakan amarah sering disertai tindakan-tindakan merusak benda-benda di sekitarnya, 7) Pertentangan Seks. Sampai empat tahun anak laki-laki dan                                    perempuan bermain bersama-sama dengan baik, setelah itu anak laki-laki mengalami tekanan sosial yang tidak menghendaki aktivitas bermain yang dianggap sebagai banci banyak anak laki-laki                    yang berperilaku agresif yang melawan anak-anak perempuan, Prasangka. Sebagian besar anak pra sekolah lebih suka bermain dengan teman-teman yang berasal dari ras yang sama, tetapi mereka                  jarang menolak bermain dengan anak-anak dari ras lain.
Pada usia pra sekolah (terutama mulai sampai empat tahun), perkembangan sosial anak mulai nampak jelas, karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Menurut Yusus                         (2002) tanda-tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah : a) Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan bermain. b) Sedikit demi sedikit anak              sudah mulai tunduk pada aturan. c) Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain. d) Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain atau teman sebaya (peer group).

rujukan buku :
Hurluck, E. , 1990. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, Elizabeth B., 1973. Adolescent Development. Tokyo: Mc Graw-Hill Kogakusha Ltd
http://psikologiforall.blogspot.com/2008/12/perkembangan-sosial-anak-anak.html




PENERAPAN TEORI BELAJAR PADA PENDIDIKAN SEKOLAH ALAM

      * psikologi belajar

Sistem pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini sering menjadi perdebatan dalam masyarakat. Mulai dari peningkatan standar kelulusan yang mengakibatkan banyaknya siswa yang tidak lulus, kurikulum yang terus berganti sampai pada sumber daya manusia yang banyak menganggur. Hal ini membuat sistem pendidikan Indonesia perlu dikaji ulang. Mengapa siswa banyak yang tidak lulus merupakan siswa-siswa yang berprestasi sedangkan saat ini banyak lulusan-lulusan sekolah yang tidak mampu menerapkan apa yang mereka pelajari. Belum lagi terlalu seringnya pergantian kurikulum membuat guru dan siswa kebingungan untuk menentukan sistem pa yang cocok untuk diterapkan.
Salah satu bentuk sistem pendidikan saat ini mulai berkembang di Indonesia adalah pendidikan sekolah alam. Sistem pendidikan sekolah ini berbeda dari sekolah formal umumnya. Kurikulum yang diterapkan di sekolah ini disusun oleh staff pengajar agar sesuai dengan kemampuan siswanya. Sistem pendidikan di sekolah ini memadukan teori dan penerapannya.

Pembelajaran di Sekolah Alam Jakarta menggunakan model lama spider web, tidak per Bab mata pelajaran. Dengan model ini, siswa mampu mengaitkan pelajaran dengan nyata, juga dapat mengaitkan hubungan antar pelajaran yang mereka terima. Di Sekolah Alam Jakarta tidak hanya siswa yang belajar, guru pun belajar dari murid, bahwa orang tua jug belajar dari guru dan siswa. Anak-anak tidak hanya belajar di kelas, tetapi mereka belajar dari mana saja dan dari siapa saja. Selain belajar dari buku, anak-anak juga belajar dari alam sekelilingnya. Anak-anak bukan belajar untuk mengejar nilai, tetapi untuk bisa memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.
Suatu tema ditegaskan dalam semua mata pelajaran. Dengan demikian pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran bersifat integratif, Komprehensif dan aplikatif sekaligus juga memahami kemampuan dasar yang ingin ditumbuhkan kepada nak-anak Sekolah Alam Jakarta adalah kemampuan membangun jiwa keingintahuan, melakukan observasi, membuat hipotesa, serta kemampuan berfikir ilmiah. Dengan metode spider web mereka belajar tidak hanya dengan mendengar penjelasan guru, tetapi juga dengan melihat, menyentuh, merasakan, dan mengikuti keseluruhan proses dari setiap pembelajaran. Di sini anak juga diarahkan untuk memahami potensi dasarnya sendiri. Setiap anak dihargai kelebihannya, dan dipahami kekurangannya. Dengan begitu, di Sekolah Alam Jakarta, berbeda dengan pendapat guru bukanlah hal yang tabu.

Komponen Utama
1. Guru Berkualitas
Tenaga pengajar sekolah alam merupakan lulusan PTN yang diharapkan memiliki wawasan pendidikan dan wawasan lingkungan. Beberapa kriteria mendasar lain seperti memiliki akhlaq yang baik, cinta anak-anak. Kreatif dan inovatif, mempunyai kompetensi dalam bahasa dan dapat menjadi fasilitator yang baik.
2. Metodologi yang tepat
Dengan mengacu kepada pencapaian logika berfikir dengan baik, metode yang diterapkan adalah action learning. Hal ini dikembangkan melalui ceramah dan diskusi, pemecahan masalah terstruktur, adanya studi kasus dan presentasi.
3. Buku-buku bermutu sebagai resources
Bukan sumber untuk mendukung metodologi action learning di atas, perlu disiapkan dengan pengadaan perpustakaan yang baik dan buku-buku dari berbagai sumber

Kurikulum
1. Integritas akhlaq
Dicapai dengan keteladanan; keteladanan guru, orang tua, serta semua komponen Sekolah Alam
2. Integritas logika
Dicapai dengan model pembelajaran action learning, anak-anak belajar langsung dari alam. Alam menjadi laboratorium bagi mereka
3. Kepemimpinan
Dicapai dengan metode outbound dan Group
Dalam pencapaian penjelasan. 70 % kegiatan pembelajaran di Sekolah Alam Jakarta merupakan outdoor activity dan 30 % lainnya adalah indoor activity. Meteri pembelajaran disampaikan secara active dan fun.

Kegiatan Penunjang Pembelajaran
1. Outbound
Salah satu kegiatan outdoor di Sekolah Alam ini rutin diberikan untuk semua siswa. Outbound bertujuan untuk pembentukan sikap kepemimpinan siswa (kepercayaan diri, kerja sama tim, dan lain-lain)
2. Kebun dan ternak
Kegiatan kebun dan ternak dilakukan oleh semua siswa. Adapun jenis kegiatannya ditentukan sesuai sesuai dengan kelas siswa. Selain belajar mencintai lingkungan, kegiatan ini juga dapat dijadikan sebagai media pembelajaran untuk materi pelajaran lain secara terpadu
3. Market day
Kegiatan ini merupakan ajang setiap sekolah untuk berjualan di Sekolah Alam. Setiap siswa akan terlibat mulai dari perencanaan, promosi hingga penjualan produk mereka. Hal ini membutuhkan kerjasama antara siswa masing-masing kelas. Pada saat market daya, orang tua siswa dan masyarakat di undang untuk secara langsung melihat dan membeli dagangan siswa sekolah alam
4. Outing
Kegiatan ini merupakan kegiatan untuk memperdalam pembelajaran yang disampaikan di sekolah. Kegiatan ini dilakukan dengan mengunjungi tempat-tempat yang sesuai dengan tema pembelajaran siswa saat itu
5. Muhadhoroh dan audiensi
Muhadhoroh merupakan pertemuan pekanan siswa yang bertujuan menjalin keakraban antar siswa. Di dalam kegiatan muhadhoroh terdapat audiensi siswa, yaitu satu pertunjukkan dari setiap kelas seperti drama, ensamble, puisi dan melatih apresiasi siswa terhadap hasil karya temannya
6. Ramadhan camp dan I’tikaf
Ramadhan camp merupakan kegiatan yang bernuansa Ramadhan. Salah satu bentuk kegiatannya adalah buka puasa bersama. Siswa mulai kelas 3 melanjutkan acar berbuka puasa dengan menginap di sekolah. Bersama-sama mereka melakukan sholat tarawih, tilawah Qur’an, kajian Islam, qiyamul lail dan sahur. Pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, siswa mulai kelas 4 dikenakan dengan kegiatan I’tikaf kegiatan menginap diadakan selama dua hari semalam
7. OTFA (out tracking fun adventure)
Kegiatan merupakan evaluasi akhir dari keseluruhan kegiatan outbound bagi siswa SD. OTVA bisanya dilakukan diluar sekolah selama dua hari di akhir tahun ajaran. Bentuk kegiatannya berupa camping, outbound, dan tracking
8. Renang
Kegiatan diikuti oleh seluruh siswa satu bulan sekali secara bergiliran tiap kelasnya

Dalam keseharian kita sama sekali tidak akan menemukan proses belajar dalam artian “formal” dan konvensional. Tidak ada bangku dan meja layaknya sebuah kelas, karena anak-anak dapat belajar dengan duduk bersila atau bahkan selonjoran di mana saja di lantai saung mereka. Anak-anak memang dibebaskan untuk tidak berseragam.
Keunikan lain yang bisa langsung terlihat saat memasuki kawasan sekolah adalah tidak adanya murid yang mengenakan pakaian seragam. Ada pula OTFA (out tracking fun adventure) dan outing, yakni kegiatan luar sekolah favorit mereka, lebih dari sekedar darma wisata atau rekreasi, dua kegian ini mengenalkan dan mendekatkan anak-anak pada proses dan bukan terpaku pada hasil.

Prinsip Belajar Carl Rogers
Rogers menganjurkan pendekatan pendidikan sebaiknya mencoba membuat belajar dan mengajar lebih manusiawi, lebih personal dan berarti.
1. Keinginan untuk belajar
Keinginan ini dapat mudah dilihat dengan memperhatikan keingintahuan yang sangat dan seorang anak ketika dia menjelajahi (mengeksplor) lingkungannya. Keingintahuan anak yang sudah melekat atau sudah menjadi sifatnya untuk belajar adalah asumsi dasar yang penting untuk pendidikan humanistic. Anak diberikan kebebasan untuk memuaskan keingintahuan mereka tanpa dihalangi serta menemukan sesuatu yang penting dan berarti tentang mereka.
2. Belajar secara signifikan
Belajar secara signifikan terjadi ketika belajar dirasakan relevan terhadap kebutuhan dan tujuan siswa. Jika siswa belajar dengan baik dan cepat, humanis menganggap ini adalah belajar secara signifikan. Belajr mempunyai tujuan dan kenyataannya dimotivasi oleh kebutuhan untuk tahu.
3. Belajar tanpa ancaman
Belajar yang paling baik adalah memperoleh dan menguasai suatu lingkungan yang bebas dari ancaman. Bahkan membuat kesalahan tanpa mengalami sakit hati karena kritik dan celaan.
4. Belajar atas inisiatif sendiri
Belajar akan paling signifikan dan meresap ketika belajar itu atas inisiatif nya sendiri dan ketika belajar melibatkan perasaan dan pikiran itu sendiri. Belajar atas inisiatif sendiri melibatkan semua aspek seseorang, kognitif, efektif. Siswa akan merasa dirinya lebih terlibat dalam belajar, lebih menyukai prestasi dan paling penting lebih dimotivasi untuk belajar.
5. Belajar dan berubah
Belajar yang paling bermanfaat adalah belajar tentang proses belajar. Pengetahuan berada dalam keadaan yang terus berubah secara konstan, apa yang dibutuhkan seseorang adalah individu yang mampu belajar dalam lingkungan yang mampu berubah.

a. Menurut Teori Carl Rogers
Dalam keseharian di sekolah alam sama sekali tidak ditemukan proses belajar dalam artian “formal” dan konvensional. Dalam sekolah alam rasa keingintahuan anak dapat tersalurkan. Apapun yang mereka inginkan dapat mereka temukan di sekolah alam. Anak diberikan kebebasan untuk memuaskan keingintahuan mereka tanpa dihalangi oleh ruang kelas, pakaian, peraturan sekolah yang “mematikan” daya kreativitas maupun guru yang terlalu mengatur sehingga mereka dapat menemukan sesuatu yang penting dan berarti tentang mereka dan dunia yang mengelilinginya dalam kegiatan belajar mereka. Siswa tidak hanya belajar dari teori-teori belaka yang diberikan oleh guru, mereka justru memperoleh pengetahuan dari apa yang mereka amati dan mereka perhatikan melalui proses belajar mereka. Kemampuan dasar yang ingin ditumbuhkan pada anak-anak di sekolah alam adalah kemampuan membangun jiwa, keinginan melakukan observasi, membuat hipotesa, serta kemampuan berfikir ilmiah. Belajar di alam terbuka secara naluriah akan menimbulkan suasana fun, tanpa tekanan dan jauh dari kebosanan. Dengan demikian akan tumbuh kesadaran pada anak-anak bahwa learning is fun, dan sekolah pun menjadi identik dengan kegembiraan. Siswa belajar tidak hanya dengan mendengar penjelasan guru, tetapi juga dengan melihat, menyentuh, merasakan dan mengikuti keseluruhan proses dari setiap pembelajaran. Di sini anak juga diarahkan untuk memahami potensi dasarnya sendiri. Setiap anak di hargai kelebihannya dan dipahami kekurangannya. Mereka diarahkan untuk belajar secara aktif. Di mana guru berperan sebagai fasilitator. Siswa belajar tidak untuk mengejar nilai, tetapi untuk memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Menjadikan anak memiliki logika berpikir yang baik, mencermati alam lingkungannya menjadi media belajarnya dengan metode action learning dan diskusi. Anak-anak ,tidak hanya belajar di kelas, tetapi mereka belajar dari mana saja dan dari siapa saja. Mereka tidak hanya belajar dari buku, tetapi juga belajar dari alam sekelilingnya.
Jika dikaji dengan Teori Belajar Rogers, dapat kita simpulkan sebagai berikut:
No. Teori Belajar Rogers Penerapan Pada Sekolah Alam
1. Keinginan untuk belajar Anak diberikan kebebasan untuk memuaskan keingintahuan mereka tanpa dihalangi oleh ruang kelas, pakaian, peraturan sekolah yang “mematikan” daya kreativitas maupun guru yang terlalu mengatur.
2. Belajar secara signifikan Proses belajar ditujukan bukan untuk mengejar nilai, tapi untuk bisa memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Menjadikan anak memiliki logika berpikir yang baik, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Anak memperoleh sekaligus pengetahuan beserta penerapannya dalam kehidupan pribadinya maupun bermasyarakat. Sehingga sumber daya manusia yang dihasilkan bukanlah orang-orang yang mampu berteori tetapi juga mampu mengaplikasikannya.
3. Belajar tanpa ancaman Belajar di alam terbuka, secara naluriah akan menimbulkan suasana fun tanpa tekanan dan jauh dari kebosanan. Dengan demikian akan tumbuh kesadaran pada anak-anak bahwa learning is fun, dan sekolah menjadi identik dengan kegembiraan sehingga inti pokok pembelajaran dapat diserap dengan baik.
4. Belajar atas inisiatif sendiri Anak-anak belajar tidak hanya selama jam belajar sekolah. Mereka dapat belajar dari apapun dan kapanpun. Dengan sistem belajar dalam sekolah alam yang telah membiasakan mereka untuk belajar secara aktif dan mandiri, membuat mereka menemukan, memilih, dan mencari tahu sendiri apa yang ingin diketahuinya.
5. Belajar dan berubah Yang berubah sehingga mereka diharapkan akan mampu beradaptasi dengan situasi lingkungan yang selalu dinamis.

Konsep Teori Penerapan pada Sekolah Alam
1. Determinis Resiprokal : Anak-anak melalui sekolah alam akan belajar melalui lingkungan yang secara tidak langsung juga akan mempengaruhi perkembangan perilakunya. Di sekolah alam anak diajarkan untuk mengenal dan mencintai alam sehingga mereka akan menghargai dan menjaga alam.
2. Tanpa Reinforcement: Di sekolah alam, anak-anak belajar melalui observasi di dalam secara langsung, yang membuat mereka mendapatkan kesenangan dalam belajar dan tidak membutuhkan reinforcement dari luar untuk memacu mereka untuk belajar. Menurut mereka mendapatkan jawaban dari rasa keingintahuan itu sendiri, sudah menjadi kesenangan dan kebutuhan.
3. Anak-anak memilih sendiri apa yang ingin diketahuinya dari lingkungan sekitar dan mengatur cara belajarnya sendiri. Mereka mampu untuk menemukan masalahnya dan mencari jalan keluar, sehingga apabila mereka dihadapkan pada masalah yang sama mereka dapat menyelesaikannya dengan cara mereka sendiri sebagai individu yang unik.

Hubungan Antara Perkembangan Dengan Belajar
Kegiatan yang ada di sekolah alam seperti Outbound, Kebun dan Ternak, Market Day, Outing, Muhadhoroh dan Audiensi, Ramadhan Camp dan I’tikaf, OTFA (Out Tracking Fun Adventure), dan renang merupakan aktivitas yang banyak menggunakan kemampuan motorik para siswa. Secara langsung dan tidak langsung, kegiatan belajar yang bersifat eksplorasi dan kegiatan penunjang lainnya merupakan bentuk aktivitas yang baik untuk perkembangan motorik.
Pada sekolah alam ini, usia siswa yang bersekolah berkisar antara 6-15 tahun. Tahap perkembangan kognitif yang dilalui pada usia tersebut adalah
1. pra-operasional
kemampuan berbahasa mereka dapat terasah dengan baik karena adanya program pembelajaran yang berbentuk diskusi. Siswa dapat mengemukakan pendapat, pikiran kepada guru dan teman-teman mereka. Selain itu, dengan cara belajar seperti ini, siswa dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemandirian mereka. Setiap masalah yang ada di alam diamati oleh siswa, dipahami dan dijadikan bahan pembelajaran dan tambahan pengetahuan dengan sendirinya sesuai dengan pemahaman mereka. Siswa juga meniru apa yang di lakukan oleh guru mereka kemudian dikembangkan sesuai dengan pemahaman mereka.
2. operasional konkret
Anak memahami aspek-aspek kumulatif materi, seperti volume dan jumlah melalui Kebun dan Ternak, Market Day
3. formal operasional
pelajaran pada sekolah formal umumnya dipelajari dengan cara mengaitkan langsung teori yang ada dengan kenyataannya, sehingga mereka mampu menghipotesiskan sendiri sesuai dengan pemahaman mereka. Dengan sekolah alam, tidak ada mata pelajaran yang dipelajari secara khusus. Semuanya dipelajari dengan metode tertentu secara bersamaan. Karena kemampuan berpikir abstrak sudah berkembang dengan baik, maka mereka dapat memahami satu pengetahuan secara keseluruhan.

Secara gambaran umum, perkembangan moral dan sosial dari setiap siswa merupakan aspek yang juga diamati, dikembangkan di sekolah alam ini. Melalui kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah alam baik yang dipelajari langsung maupun kegiatan penunjang lainnya mampu mengasah kemampuan sosial siswa sehingga siswa memiliki kemampuan yang maksimal. Terlebih lagi, dasar pendirian dari sekolah alam ini berdasarkan ajaran yang ada dalam agama, sehingga dalam penerapannya mengikuti apa yang telah dianjurkan dalam ajaran agama. Meskipun peraturan yang ada di sekolah ini tidak bersifat otoriter dan mengikat sepenuhnya (formal dan konvensional seperti sekolah pada umumnya), tapi siswa diberikan pengetahuan bahwa semua yang ada di lingkungan mereka memiliki aturan tersendiri sehingga siswa menyadari persisnya sebagai anggota masyarakat.






PEMBELAJARAN TEMATIK
A. Karakteristik Perkembangan anak usia kelas awal SD

Anak yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal.
Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan mata untuk dapat memegang pensil maupun memegang gunting. Selain itu, perkembangan sosial anak yang berada pada usia kelas awal SD antara lain mereka telah dapat menunjukkan keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.
Perkembangan emosi anak usia 6-8 tahun antara lain anak telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai belajar tentang benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.

B. Cara Anak Belajar

Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.
Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
1. Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.

2. Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.

3. Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi .

C. Belajar dan Pembelajaran Bermakna
Belajar pada hakekatnya merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya.
Belajar bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan.
Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang/guru menjelaskan.

D. Pengertian Pembelajaran Tematik
Sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awl SD sebaiknya dilakukan dengan Pembelajaran tematik. Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:
1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;
5) Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;
6) Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;
7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.


E. Landasan Pembelajaran Tematik

Landasan Pembelajaran tematik mencakup:
Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme. Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya.
Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.
Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).

F. Arti Penting Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik).
Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain: 1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; 2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; 3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; 4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; 5) Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan 6) Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh beberapa manfaat yaitu: 1) Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan, 2) Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir, 3) Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah. 4) Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat,

G. Karakteristik Pembelajaran Tematik
Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1. Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
2. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
3. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
4. Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5. Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan




Tidak ada komentar:

Posting Komentar