Bagaimana Kiat
Memilih Lembaga Pendidikan Prasekolah
Anak-anak memiliki
potensi luar biasa untuk berkembang. Secara naluri, anak-anak sudah mulai
bereksplorasi untuk mengekspresikan rasa ingin tahunya sejak anak mulai belajar
berjalan. Kedekatan yang berlebihan antara anak dan orangtua atau pengasuhnya
selayaknya dikurangi.
Mulailah dikenalkan
pada teman sebayanya untuk melatih perkembangan sosial-emosionalnya. Dengan
demikian mereka menjadi anak yang mandiri sejak usia dini. Dengan kemandirian,
anak tersebut akan lebih mudah distimulasikan perkembangan aspek-aspek
kecerdasan lainnya (multiple intelligences).
Seperti yang
dikatakan Glenn Doman, seorang ahli perkembangan anak, perkembangan otak
manusia paling pesat terjadi pada usia 0 sampai 7 tahun dan bisa dicapai secara
optimal apabila diberikan stimulasi yang tepat.
Oleh karena itu,
tidak keliru jika peranan pendidikan prasekolah (seperti playgroup dan TK)
dianggap makin penting karena diyakini bisa memberikan fondasi yang kuat untuk
jenjang pendidikan selanjutnya.
Belakangan ini banyak
muncul tawaran program pendidikan anak-anak usia prasekolah. Wajar, jika para
orangtua sangat selektif memilih lembaga pendidikan bagi putra-putrinya.
Karena, jika keliru dalam memilih. tak hanya kerugian secara finansial yanmg
diderita, juga risiko terhadap masa depan anaknya.
Berikut, beberapa
pertimbangan praktis dalam memilih pendidikan prasekolah yang tepat:
1. Pengaturan Program
Program yang
diterapkan harus terarah dan sesuai dengan kelompok usia anak sehingga dapat
mengoptimalkan perkembangan anak secara fisik (physical development),
perkembangan intelektual (intellectual development), perkembangan
sosial-emosional (social-emotional development) maupun optimalisasi kemampuan
anak dalam berkomunikasi untuk mengekspresikan keinginannya (language
development).
Pada usia prasekolah,
tingkat perkembangan masing-masing anak berbeda. Keempat perkembangan dasar
tersebut harus distimulasikan secara seimbang dalam bentuk kegiatan “belajar
sambil bermain” dalam proses yang komunikatif dan penuh kasih sayang, sehingga
anak-anak merasa betah di sekolah.
Apakah lembaga
prasekolah yang dipilih sudah menerapkan program yang tepat, sehingga
putra-putri Anda dijamin mendapatkan stimulasi sesuai dengan kebutuhannya?
Program prasekolah
akan makin lengkap jika ada program kunjungan (excursion) ke tempat-tempat yang
menarik, seperti pengenalan alam dan binatang. Hal ini penting untuk menambah
wawasan dan mengembangkan imajinasi anak. Tanyakan, apakah prasekolah yang
dicari memiliki program excursion secara berkala dan terorganisasikan dengan
baik?
2. Rancangan
Aktivitas
Dalam usia
prasekolah, anak-anak umumnya cepat bosan terhadap aktivitas yang diberikan.
Sudahkah aktivitas dirancang dengan berbagai variasi permainan dan alat bantu
yang memadai untuk mengurangi rasa bosan? Aktivitas sebaiknya dirancang dalam
bentuk indoor activities (di dalam ruangan) dan outdoor activities (di luar
ruangan).
Aktivitas di dalam
ruangan difokuskan untuk melatih konsentrasi anak, menstimulasikan daya
imajinasi anak dan menumbuhkan daya kreativitas serta logika berpikir anak.
Selain itu melatih disiplin anak dalam kebiasaan sehari-hari, seperti
membiasakan anak untuk merapikan mainannya, makan sendiri, mengangkat piring
makannya ke trolley yang telah disediakan (dikenal dengan pendekatan
Montessori).
Sedangkan aktivitas
di luar ruangan difokuskan untuk optimalisasi perkembangan fisik dan
sosial-emosional anak, seperti berlari, main ayunan, perosotan, bermain pasir,
melatih anak untuk bersosialisasi dengan teman-temannya, juga bermain air di
kolam renang yang merupakan aktivitas yang sangat disenangi. Suasana yang
nyaman dan menyenangkan akan membuat anak-anak tidak cepat bosan dalam meniti
hari-harinya bermain sambil belajar di sekolah. Yakinkan, lembaga prasekolah
yang anda pilih memenuhi kriteria seperti itu.
3. Fasilitas dan Alat
Bantu Bermain yang Tepat
Perhatikan fasilitas
yang dimiliki, seperti gedung sekolah, ruang kelas, sarana dan prasarana yang
mendukung aktivitas anak. Pada usia prasekolah, merupakan saat anak-anak
menunjukkan kebolehannya melakukan sesuatu yang diinginkan dan mulai
menunjukkan rasa percaya diri. Di sisi lain, umumnya keseimbangan fisik anak
belum stabil, sehingga tidak jarang terjadi anak-anak terjatuh atau terpeleset
saat bermain bersama temannya. Oleh karena itu, kegiatan prasekolah tidak
dilakukan di gedung bertingkat untuk mengurangi risiko terjatuh di tangga yang
dapat berakibat fatal terhadap perkembangan fisik maupun mentalnya.
Yang lebih
membahayakan jika terjatuh dari tangga dan terjadi benturan yang keras yang
dapat mengakibatkan cedera otak yang tak tampak saat itu namun dampaknya baru
terlihat dalam jangka panjang. Aspek keamanan dan kenyamanan sangat penting
diperhatikan agar terhindar dari bahaya yang tidak diinginkan.
Anak-anak memerlukan
ruang gerak yang leluasa saat bermain di luar ruangan. Yakinkan, apakah sekolah
memiliki halaman bermain yang cukup luas untuk aktivitas di luar ruangan?
Perhatikan juga alat bantu bermain yang digunakan, dari segi ukuran harus
sesuai dengan usia anak dan aman dari segi kesehatan dan keselamatan anak.
Misalnya (i) ukuran
mainan tidak terlalu kecil untuk usia bayi dan toddlers (usia di bawah 2 tahun)
karena akan sangat berbahaya apabila tertelan, dan (ii) bahan-bahan seperti
krayon dan plastisin (playdough) tidak boleh mengandung bahan pewarna toxic
(zat yang berbahaya bagi kesehatan) karena ada kemungkinan dimakan mereka.
4. Rasio Jumlah Anak
dan Guru
Rasio jumlah anak dan
pengasuh/guru penting diperhatikan, karena berpengaruh terhadap kualitas
pengasuhan dan pendidikan. Untuk program pengasuhan bayi dengan usia di bawah 1
tahun (nursery), perbandingan yang ideal adalah seorang pengasuh mengasuh
seorang bayi (1:1); program toddlers (anak usia 1-2 tahun) perbandingannya
seorang pengasuh mengasuh 4 anak (1:4); program playgroup (3-4 tahun) seorang
pengasuh untuk 8 anak (1:8); program TK, idealnya seorang guru membina 10 anak
(1:10).
Karakter pengasuh
juga amat menentukan keberhasilan program ini. Karena itu, pengasuh hendaknya
sabar, sehingga disenangi anak-anak. Pengasuh juga harus mampu memerankan diri
sebagai orangtua siswa, sehingga anak-anak merasa nyaman dan terlindungi.
5. Lamanya Waktu di
Sekolah
Pengalaman
menunjukkan, makin pendek waktu sekolah dan/atau makin jarang anak-anak
mengikuti program dalam seminggu, makin stres mereka dalam mengikuti program
prasekolah. Ini terjadi karena faktor psikologis, karena anak harus melakukan
proses adaptasi dengan lingkungan sekolahnya setelah seharian di rumah bersama
orangtua atau pengasuhnya. Misalnya: (i) jika program prasekolah hanya
dilaksanakan 2 jam sehari, maka pada saat naluri keberanian anak mulai muncul,
ternyata anak sudah harus pulang karena bel tanda pulang sudah berbunyi; dan
(ii) jika program prasekolah hanya 3 kali seminggu menyebabkan anak harus
mengulangi proses adaptasinya tiap kali datang ke sekolah karena kemarinnya
mereka libur. Kedua hal tersebut akan menghambat kemandirian anak sehingga
kelihatannya tidak ada kemajuan pada kemandirian anak.
Proses adaptasi ini
memerlukan waktu yang tidak cepat sesuai dengan karakter anak dan pola asuh
yang diberikan. Rasa kedekatan yang berlebihan antara anak dan orangtua atau
pengasuhnya merupakan salah satu penghambat bagi anak dalam mengikuti proses
pendidikan prasekolah.
Oleh karena itu,
pilihlah lembaga pendidikan prasekolah yang memiliki program dengan jumlah
kehadiran di sekolah yang lebih rutin dan lamanya waktu di sekolah yang lebih
panjang, dengan syarat suasana harus nyaman dan menyenangkan dengan berbagai
pilihan program menarik dengan alat bantu yang memadai sehingga anak-anak betah
di sekolah.
6. Penerapan Disiplin
Pendekatan positif
sangat diperlukan dalam memberikan pengarahan kepada anak, sehingga anak-anak
tidak merasa stres dan terbebani untuk mengikuti aturan/disiplin yang
diterapkan. Guru/pengasuh harus memberikan contoh yang baik kepada anak dalam
penerapan disiplin karena anak-anak akan meniru teman dan pengasuh/gurunya.
Penerapan sistem punishment and reward sangat cocok dalam penerapan disiplin
anak. Yakinkan, prasekolah yang dipilih menerapkan sistem tersebut.
7. Pemeriksaan
Kesehatan
Kesehatan sangat berpengaruh
terhadap perkembangan anak. Carilah kejelasan apakah prasekolah yang dipilih
menyediakan fasilitas pemeriksaan kesehatan secara rutin oleh tenaga medis
(dokter).
8. Pengelolaan
Sukses tidaknya
sebuah kegiatan sangat ditentukan oleh kemampuan manajerial pengelolanya.
Pengelola prasekolah harus memiliki pengetahuan memadai tentang pendidikan
prasekolah dan juga memiliki talenta sebagai figur yang disenangi anak-anak.
Carilah informasi tentang pengelola prasekolah yang diinginkan. Apakah memiliki
latar belakang pendidikan prasekolah dan komitmen yang kuat kepada dunia
pendidikan? Apakah pengawasan dilakukan secara langsung oleh pihak pengelola?
Pilihan Jatuh Kepada
Denpasar Children Centre
Denpasar Children
Centre (DCC), lembaga pendidikan terpadu Prasekolah dan Sekolah Dasar memiliki
semua persyaratan tersebut. DCC dibangun di atas tanah seluas 3.600 m2 (36 are)
dengan areal bermain dan tempat parkir yang luas menciptakan suasanan aman dan
nyaman bagi anak didiknya. Dengan misi “Mengoptimalkan Kecerdasan dan
Kemandirian Anak” menjadikan DCC sebagai pusat pendidikan anak dengan program
terarah dan alat bantu berkualitas yang berpedoman pada Quality Improvement and
Accreditation System, Sydney, Australia.
DCC dikelola secara
profesional oleh Ir. IGA Oka Suryawardani, M.Mgt (Bu Dani), seorang dosen Unud
lulusan program S2 Manajemen di The University of Queensland, Brisbane,
Australia. Bu Dani juga menyelesaikan Program Pendidikan Prasekolah “Diploma in
Children Services” di Australian Childcare Career Options, Brisbane, Australia.
Dengan berbekal pengalaman bekerja sebagai Assistant Group Leader di UQ
Playhouse and Childcare Centre di Brisbane Australia selama 2 tahun, pengawasan
yang ketat dilakukan oleh Bu Dani agar pelaksanaan program dan aktivitas sesuai
dengan yang direncanakan. Di samping itu, pembatasan jumlah siswa tiap kelas
sesuai dengan kelompok usia akan dapat memberikan perhatian yang optimal kepada
anak-anak tanpa pilih kasih, sehingga misi DCC “Mengoptimalkan Kecerdasan dan
Kemandirian Anak” dapat tercapai.
Sebagai kelanjutan
program Prasekolah, kini DCC telah siap dengan program Sekolah Dasar (SD Cerdas
Mandiri). Proses belajar-mengajar di SD Cerdas Mandiri mengikuti Kurikulum
Nasional yang diperkaya muatan lokal dan wawasan internasional, yakni bahasa
Inggris dijadikan bahasa kedua (second language) yang diajarkan native
speakers. Bahasa Inggris juga diberikan kepada siswa Prasekolah sehingga
anak-anak diharapkan mampu berkomunikasi dalam dua bahasa (bilingual) sejak
usia dini. Untuk memantapkan wawasan internasional bagi siswa SD, maka
dirancang Students Exchange Program yaitu pertukaran siswa ke luar negeri
(seperti Australia) yang akan dilakukan pada saat siswa duduk di kelas 5.
http://balikidz.com/2008/05/12/bagaimana-kiat-memilih-lembaga-pendidikan-prasekolah/
Perkembangan Sosial
Anak-Anak
Perkembangan
Sosial Anak-Anak
Melalui
pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga, orang
dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk
tingkah laku sosial. Menurut
Yusus (2002) pada usia anak-anak bentuk-bentuk tingkah laku sosial itu
adalah sebagai berikut:
a) pembangkangan (negativisme), yaitu suatu
bentuk tingkah laku melawan, tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap
penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai
dengan kehendak anak. Tingkah laku melawan merupakan salah satu bentuk dari
proses perkembangan tersebut.
b) Agresi (agression), yaitu perilaku menyerang
balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi ini merupakan
salah satu bentuk reaksi terhadap frustasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau
keinginannya) yang dialaminya. Agresi ini mewujud dalam prilaku menyerang,
seperti, memukul, mencubit, menendang, menggigit, marah-marah dan mencaci maki.
c) Berselisih atau bertengkar (quarreling), terjadi
apabila seorang anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap dan prilaku
anak lain, seperti diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut barang
atau mainannya.
d) Menggoda (teasing), yaitu sebagai bentuk lain
dari tingkah laku agresif. Menggoda merupakan serangan mental terhadap orang
lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan). Sehingga menimbulkan
reaksi marah pada orang yang diserangnya.
e) Persaingan (rivarly), yaitu keinginan untuk
melebihi orang lain dan selalu didorong (distimulasi) orang lain.
f) Kerja sama (cooperation), yaitu sikap mau
bekerja sama dengan kelompok. Anak yang berusia dua atau tiga tahun belum
berkembang sikap bekerjasamanya, mereka masih kuat sikap self centered-nya.
g) Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior),
yaitu sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau
bersikap bossiness wujud dari tingkah laku ini, seperti meminta, menyuruh dan
mengancam atau memaksa orang lain untuk memenuhi kebutuhan dirinya.
h) Mementingkan diri sendiri (selfishness) yaitu
sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya.
i) Simpati (Sympaty), yaitu sikap emosional yang
mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain, mau mendekati
atau bekerja sama dengannya. Seiring dengan bertambahnya usia, anak mulai dapat mengurangi sikap
selfish-nya dan dia mulai mengembangkan sikap sosialnya, dalam hal ini rasa
simpati terhadap orang lain.
Sedangkan menurut Hurlock(1980
: 81) perilaku sosial anak-anak pra sekolah dapat dikategorikan menjadi dua
pola yaitu pola perilaku sosial dan tidak sosial:
a) Pola Sosial 1) Meniru. Agar sama dengan
kelompok, anak meniru sikap dan perilaku orang yang sangat ia kagumi, 2)
Persaingan. Keinginan untuk mengungguli dan mengalahkan orang-orang lain. 3) Kerjasama. Pada akhir tahun
ketiga bermain kooperatif dan kegiatan kelompok mulai berkembang dan meningkat
dengan baik dalam frekwensi maupun lamanya berlangsung, bersamaan dengan meningkatnya kesempatan
untuk bermain dengan anak lain, 4) Simpati. Karena simpati menumbuhkan
pengertian tentang perasaan-perasaan dan emosi orang lain. 5) Empati. Seperti
halnya simpati, empati
menumbuhkan pengertian tentang perasaan dan emosi orang lain tetapi di samping
itu juga membutuhkan kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di tempat orang
lain. 6) Dukungan Sosial.
Menjelang berakhirnya awal masa kanak-kanak, dukungan sosial dari teman menjadi
lebih penting daripada persetujuan dari orang-orang dewasa, anak beranggapan
bahwa perilaku nakal dan perilaku
mengganggu merupakan cara untuk memperoleh dukungan dari teman-teman sebaya, 7)
Membagi. Dari pengalaman bersama orang-orang lain, anak mengetahui bahwa salah
satu cara untuk memperoleh
persetujuan sosial adalah dengan membagi miliknya terutama mainan untuk
anak-anak lain, lambat laun sifat diri sendiri berubah menjadi sifat murah
hati, Perilaku Akrab. Anak yang pada
waktu bayi memperoleh kepuasan dari hubungan yang hangat, erat dan personal
dengan orang lain berangsur-angsur memberikan kasih sayang kepada orang luar
rumah, seperti guru taman indria
atau benda-benda ini disebut obyek kesayangan.
b) Pola Tidak Sosial 1) Negativisme. Negativisme
atau melawan otoritas orang dewasa, 2) Agresif. Perilaku agresif meningkat
antara usia dua atau empat tahun, 3) Perilaku Berkuasa. Perilaku Berkuasa atau merajai mulai usia
sekitar tiga tahun, 4) Memikirkan Diri Sendiri. Karena cakrawala sosial anak
terutama terbatas di rumah, anak-anak seringkali memikirkan diri sendiri,
dengan meluasnya cakrawala
lambat laun perilaku memikirkan diri sendiri berkurang tetapi perilaku murah
hati masih sangat sedikit, 5) Mementingkan Diri Sendiri. Seperti halnya
perilaku memikirkan diri sendiri lambat laun
diganti oleh minat dan perhatian kepada orang-orang lain, cepatnya perubahan
ini bergantung pada banyaknya kontak orang-orang di luar rumah dan berapa besar
keinginan mereka untuk diterima teman-temannya, 6) Merusak.
Ledakan amarah sering disertai tindakan-tindakan merusak benda-benda di
sekitarnya, 7) Pertentangan Seks. Sampai empat tahun anak laki-laki dan perempuan
bermain bersama-sama dengan baik, setelah itu anak laki-laki mengalami tekanan
sosial yang tidak menghendaki aktivitas bermain yang dianggap sebagai banci
banyak anak laki-laki yang
berperilaku agresif yang melawan anak-anak perempuan, Prasangka. Sebagian besar
anak pra sekolah lebih suka bermain dengan teman-teman yang berasal dari ras
yang sama, tetapi mereka jarang
menolak bermain dengan anak-anak dari ras lain.
Pada
usia pra sekolah (terutama mulai sampai empat tahun), perkembangan sosial anak
mulai nampak jelas, karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman
sebayanya. Menurut Yusus (2002)
tanda-tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah : a) Anak mulai
mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan
bermain. b) Sedikit demi sedikit anak sudah
mulai tunduk pada aturan. c) Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang
lain. d) Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain atau teman sebaya (peer
group).
rujukan
buku :
Hurluck,
E. , 1990. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Hurlock,
Elizabeth B., 1973. Adolescent Development. Tokyo: Mc Graw-Hill Kogakusha Ltd
http://psikologiforall.blogspot.com/2008/12/perkembangan-sosial-anak-anak.html
PENERAPAN TEORI
BELAJAR PADA PENDIDIKAN SEKOLAH ALAM
* psikologi belajar
Sistem pendidikan di
Indonesia akhir-akhir ini sering menjadi perdebatan dalam masyarakat. Mulai
dari peningkatan standar kelulusan yang mengakibatkan banyaknya siswa yang
tidak lulus, kurikulum yang terus berganti sampai pada sumber daya manusia yang
banyak menganggur. Hal ini membuat sistem pendidikan Indonesia perlu dikaji
ulang. Mengapa siswa banyak yang tidak lulus merupakan siswa-siswa yang
berprestasi sedangkan saat ini banyak lulusan-lulusan sekolah yang tidak mampu
menerapkan apa yang mereka pelajari. Belum lagi terlalu seringnya pergantian
kurikulum membuat guru dan siswa kebingungan untuk menentukan sistem pa yang
cocok untuk diterapkan.
Salah satu bentuk
sistem pendidikan saat ini mulai berkembang di Indonesia adalah pendidikan
sekolah alam. Sistem pendidikan sekolah ini berbeda dari sekolah formal
umumnya. Kurikulum yang diterapkan di sekolah ini disusun oleh staff pengajar
agar sesuai dengan kemampuan siswanya. Sistem pendidikan di sekolah ini
memadukan teori dan penerapannya.
Pembelajaran di Sekolah
Alam Jakarta menggunakan model lama spider web, tidak per Bab mata pelajaran.
Dengan model ini, siswa mampu mengaitkan pelajaran dengan nyata, juga dapat
mengaitkan hubungan antar pelajaran yang mereka terima. Di Sekolah Alam Jakarta
tidak hanya siswa yang belajar, guru pun belajar dari murid, bahwa orang tua
jug belajar dari guru dan siswa. Anak-anak tidak hanya belajar di kelas, tetapi
mereka belajar dari mana saja dan dari siapa saja. Selain belajar dari buku,
anak-anak juga belajar dari alam sekelilingnya. Anak-anak bukan belajar untuk
mengejar nilai, tetapi untuk bisa memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan
sehari-hari.
Suatu tema ditegaskan
dalam semua mata pelajaran. Dengan demikian pemahaman siswa terhadap materi
pembelajaran bersifat integratif, Komprehensif dan aplikatif sekaligus juga
memahami kemampuan dasar yang ingin ditumbuhkan kepada nak-anak Sekolah Alam
Jakarta adalah kemampuan membangun jiwa keingintahuan, melakukan observasi,
membuat hipotesa, serta kemampuan berfikir ilmiah. Dengan metode spider web
mereka belajar tidak hanya dengan mendengar penjelasan guru, tetapi juga dengan
melihat, menyentuh, merasakan, dan mengikuti keseluruhan proses dari setiap
pembelajaran. Di sini anak juga diarahkan untuk memahami potensi dasarnya
sendiri. Setiap anak dihargai kelebihannya, dan dipahami kekurangannya. Dengan
begitu, di Sekolah Alam Jakarta, berbeda dengan pendapat guru bukanlah hal yang
tabu.
Komponen Utama
1. Guru Berkualitas
Tenaga pengajar
sekolah alam merupakan lulusan PTN yang diharapkan memiliki wawasan pendidikan
dan wawasan lingkungan. Beberapa kriteria mendasar lain seperti memiliki akhlaq
yang baik, cinta anak-anak. Kreatif dan inovatif, mempunyai kompetensi dalam
bahasa dan dapat menjadi fasilitator yang baik.
2. Metodologi yang
tepat
Dengan mengacu kepada
pencapaian logika berfikir dengan baik, metode yang diterapkan adalah action
learning. Hal ini dikembangkan melalui ceramah dan diskusi, pemecahan masalah
terstruktur, adanya studi kasus dan presentasi.
3. Buku-buku bermutu
sebagai resources
Bukan sumber untuk
mendukung metodologi action learning di atas, perlu disiapkan dengan pengadaan
perpustakaan yang baik dan buku-buku dari berbagai sumber
Kurikulum
1. Integritas akhlaq
Dicapai dengan
keteladanan; keteladanan guru, orang tua, serta semua komponen Sekolah Alam
2. Integritas logika
Dicapai dengan model
pembelajaran action learning, anak-anak belajar langsung dari alam. Alam
menjadi laboratorium bagi mereka
3. Kepemimpinan
Dicapai dengan metode
outbound dan Group
Dalam pencapaian
penjelasan. 70 % kegiatan pembelajaran di Sekolah Alam Jakarta merupakan
outdoor activity dan 30 % lainnya adalah indoor activity. Meteri pembelajaran
disampaikan secara active dan fun.
Kegiatan Penunjang
Pembelajaran
1. Outbound
Salah satu kegiatan
outdoor di Sekolah Alam ini rutin diberikan untuk semua siswa. Outbound
bertujuan untuk pembentukan sikap kepemimpinan siswa (kepercayaan diri, kerja
sama tim, dan lain-lain)
2. Kebun dan ternak
Kegiatan kebun dan
ternak dilakukan oleh semua siswa. Adapun jenis kegiatannya ditentukan sesuai
sesuai dengan kelas siswa. Selain belajar mencintai lingkungan, kegiatan ini
juga dapat dijadikan sebagai media pembelajaran untuk materi pelajaran lain
secara terpadu
3. Market day
Kegiatan ini
merupakan ajang setiap sekolah untuk berjualan di Sekolah Alam. Setiap siswa
akan terlibat mulai dari perencanaan, promosi hingga penjualan produk mereka.
Hal ini membutuhkan kerjasama antara siswa masing-masing kelas. Pada saat
market daya, orang tua siswa dan masyarakat di undang untuk secara langsung
melihat dan membeli dagangan siswa sekolah alam
4. Outing
Kegiatan ini
merupakan kegiatan untuk memperdalam pembelajaran yang disampaikan di sekolah.
Kegiatan ini dilakukan dengan mengunjungi tempat-tempat yang sesuai dengan tema
pembelajaran siswa saat itu
5. Muhadhoroh dan
audiensi
Muhadhoroh merupakan
pertemuan pekanan siswa yang bertujuan menjalin keakraban antar siswa. Di dalam
kegiatan muhadhoroh terdapat audiensi siswa, yaitu satu pertunjukkan dari
setiap kelas seperti drama, ensamble, puisi dan melatih apresiasi siswa
terhadap hasil karya temannya
6. Ramadhan camp dan
I’tikaf
Ramadhan camp
merupakan kegiatan yang bernuansa Ramadhan. Salah satu bentuk kegiatannya
adalah buka puasa bersama. Siswa mulai kelas 3 melanjutkan acar berbuka puasa
dengan menginap di sekolah. Bersama-sama mereka melakukan sholat tarawih,
tilawah Qur’an, kajian Islam, qiyamul lail dan sahur. Pada sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan, siswa mulai kelas 4 dikenakan dengan kegiatan I’tikaf
kegiatan menginap diadakan selama dua hari semalam
7. OTFA (out tracking
fun adventure)
Kegiatan merupakan
evaluasi akhir dari keseluruhan kegiatan outbound bagi siswa SD. OTVA bisanya
dilakukan diluar sekolah selama dua hari di akhir tahun ajaran. Bentuk kegiatannya
berupa camping, outbound, dan tracking
8. Renang
Kegiatan diikuti oleh
seluruh siswa satu bulan sekali secara bergiliran tiap kelasnya
Dalam keseharian kita
sama sekali tidak akan menemukan proses belajar dalam artian “formal” dan
konvensional. Tidak ada bangku dan meja layaknya sebuah kelas, karena anak-anak
dapat belajar dengan duduk bersila atau bahkan selonjoran di mana saja di
lantai saung mereka. Anak-anak memang dibebaskan untuk tidak berseragam.
Keunikan lain yang
bisa langsung terlihat saat memasuki kawasan sekolah adalah tidak adanya murid
yang mengenakan pakaian seragam. Ada pula OTFA (out tracking fun adventure) dan
outing, yakni kegiatan luar sekolah favorit mereka, lebih dari sekedar darma
wisata atau rekreasi, dua kegian ini mengenalkan dan mendekatkan anak-anak pada
proses dan bukan terpaku pada hasil.
Prinsip Belajar Carl
Rogers
Rogers menganjurkan
pendekatan pendidikan sebaiknya mencoba membuat belajar dan mengajar lebih
manusiawi, lebih personal dan berarti.
1. Keinginan untuk
belajar
Keinginan ini dapat
mudah dilihat dengan memperhatikan keingintahuan yang sangat dan seorang anak
ketika dia menjelajahi (mengeksplor) lingkungannya. Keingintahuan anak yang
sudah melekat atau sudah menjadi sifatnya untuk belajar adalah asumsi dasar yang
penting untuk pendidikan humanistic. Anak diberikan kebebasan untuk memuaskan
keingintahuan mereka tanpa dihalangi serta menemukan sesuatu yang penting dan
berarti tentang mereka.
2. Belajar secara
signifikan
Belajar secara
signifikan terjadi ketika belajar dirasakan relevan terhadap kebutuhan dan
tujuan siswa. Jika siswa belajar dengan baik dan cepat, humanis menganggap ini
adalah belajar secara signifikan. Belajr mempunyai tujuan dan kenyataannya
dimotivasi oleh kebutuhan untuk tahu.
3. Belajar tanpa
ancaman
Belajar yang paling
baik adalah memperoleh dan menguasai suatu lingkungan yang bebas dari ancaman.
Bahkan membuat kesalahan tanpa mengalami sakit hati karena kritik dan celaan.
4. Belajar atas
inisiatif sendiri
Belajar akan paling
signifikan dan meresap ketika belajar itu atas inisiatif nya sendiri dan ketika
belajar melibatkan perasaan dan pikiran itu sendiri. Belajar atas inisiatif
sendiri melibatkan semua aspek seseorang, kognitif, efektif. Siswa akan merasa
dirinya lebih terlibat dalam belajar, lebih menyukai prestasi dan paling
penting lebih dimotivasi untuk belajar.
5. Belajar dan
berubah
Belajar yang paling
bermanfaat adalah belajar tentang proses belajar. Pengetahuan berada dalam
keadaan yang terus berubah secara konstan, apa yang dibutuhkan seseorang adalah
individu yang mampu belajar dalam lingkungan yang mampu berubah.
a. Menurut Teori Carl
Rogers
Dalam keseharian di
sekolah alam sama sekali tidak ditemukan proses belajar dalam artian “formal”
dan konvensional. Dalam sekolah alam rasa keingintahuan anak dapat tersalurkan.
Apapun yang mereka inginkan dapat mereka temukan di sekolah alam. Anak
diberikan kebebasan untuk memuaskan keingintahuan mereka tanpa dihalangi oleh
ruang kelas, pakaian, peraturan sekolah yang “mematikan” daya kreativitas
maupun guru yang terlalu mengatur sehingga mereka dapat menemukan sesuatu yang
penting dan berarti tentang mereka dan dunia yang mengelilinginya dalam
kegiatan belajar mereka. Siswa tidak hanya belajar dari teori-teori belaka yang
diberikan oleh guru, mereka justru memperoleh pengetahuan dari apa yang mereka
amati dan mereka perhatikan melalui proses belajar mereka. Kemampuan dasar yang
ingin ditumbuhkan pada anak-anak di sekolah alam adalah kemampuan membangun
jiwa, keinginan melakukan observasi, membuat hipotesa, serta kemampuan berfikir
ilmiah. Belajar di alam terbuka secara naluriah akan menimbulkan suasana fun,
tanpa tekanan dan jauh dari kebosanan. Dengan demikian akan tumbuh kesadaran
pada anak-anak bahwa learning is fun, dan sekolah pun menjadi identik dengan
kegembiraan. Siswa belajar tidak hanya dengan mendengar penjelasan guru, tetapi
juga dengan melihat, menyentuh, merasakan dan mengikuti keseluruhan proses dari
setiap pembelajaran. Di sini anak juga diarahkan untuk memahami potensi dasarnya
sendiri. Setiap anak di hargai kelebihannya dan dipahami kekurangannya. Mereka
diarahkan untuk belajar secara aktif. Di mana guru berperan sebagai
fasilitator. Siswa belajar tidak untuk mengejar nilai, tetapi untuk
memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Menjadikan anak memiliki
logika berpikir yang baik, mencermati alam lingkungannya menjadi media
belajarnya dengan metode action learning dan diskusi. Anak-anak ,tidak hanya
belajar di kelas, tetapi mereka belajar dari mana saja dan dari siapa saja.
Mereka tidak hanya belajar dari buku, tetapi juga belajar dari alam
sekelilingnya.
Jika dikaji dengan
Teori Belajar Rogers, dapat kita simpulkan sebagai berikut:
No. Teori Belajar
Rogers Penerapan Pada Sekolah Alam
1. Keinginan untuk
belajar Anak diberikan kebebasan untuk memuaskan keingintahuan mereka tanpa
dihalangi oleh ruang kelas, pakaian, peraturan sekolah yang “mematikan” daya
kreativitas maupun guru yang terlalu mengatur.
2. Belajar secara
signifikan Proses belajar ditujukan bukan untuk mengejar nilai, tapi untuk bisa
memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Menjadikan anak memiliki
logika berpikir yang baik, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Anak memperoleh sekaligus pengetahuan
beserta penerapannya dalam kehidupan pribadinya maupun bermasyarakat. Sehingga
sumber daya manusia yang dihasilkan bukanlah orang-orang yang mampu berteori
tetapi juga mampu mengaplikasikannya.
3. Belajar tanpa
ancaman Belajar di alam terbuka, secara naluriah akan menimbulkan suasana fun
tanpa tekanan dan jauh dari kebosanan. Dengan demikian akan tumbuh kesadaran
pada anak-anak bahwa learning is fun, dan sekolah menjadi identik dengan
kegembiraan sehingga inti pokok pembelajaran dapat diserap dengan baik.
4. Belajar atas
inisiatif sendiri Anak-anak belajar tidak hanya selama jam belajar sekolah.
Mereka dapat belajar dari apapun dan kapanpun. Dengan sistem belajar dalam
sekolah alam yang telah membiasakan mereka untuk belajar secara aktif dan
mandiri, membuat mereka menemukan, memilih, dan mencari tahu sendiri apa yang
ingin diketahuinya.
5. Belajar dan
berubah Yang berubah sehingga mereka diharapkan akan mampu beradaptasi dengan
situasi lingkungan yang selalu dinamis.
Konsep Teori
Penerapan pada Sekolah Alam
1. Determinis
Resiprokal : Anak-anak melalui sekolah alam akan belajar melalui lingkungan
yang secara tidak langsung juga akan mempengaruhi perkembangan perilakunya. Di
sekolah alam anak diajarkan untuk mengenal dan mencintai alam sehingga mereka
akan menghargai dan menjaga alam.
2. Tanpa
Reinforcement: Di sekolah alam, anak-anak belajar melalui observasi di dalam
secara langsung, yang membuat mereka mendapatkan kesenangan dalam belajar dan
tidak membutuhkan reinforcement dari luar untuk memacu mereka untuk belajar.
Menurut mereka mendapatkan jawaban dari rasa keingintahuan itu sendiri, sudah
menjadi kesenangan dan kebutuhan.
3. Anak-anak memilih
sendiri apa yang ingin diketahuinya dari lingkungan sekitar dan mengatur cara
belajarnya sendiri. Mereka mampu untuk menemukan masalahnya dan mencari jalan
keluar, sehingga apabila mereka dihadapkan pada masalah yang sama mereka dapat
menyelesaikannya dengan cara mereka sendiri sebagai individu yang unik.
Hubungan Antara
Perkembangan Dengan Belajar
Kegiatan yang ada di
sekolah alam seperti Outbound, Kebun dan Ternak, Market Day, Outing, Muhadhoroh
dan Audiensi, Ramadhan Camp dan I’tikaf, OTFA (Out Tracking Fun Adventure), dan
renang merupakan aktivitas yang banyak menggunakan kemampuan motorik para
siswa. Secara langsung dan tidak langsung, kegiatan belajar yang bersifat
eksplorasi dan kegiatan penunjang lainnya merupakan bentuk aktivitas yang baik
untuk perkembangan motorik.
Pada sekolah alam
ini, usia siswa yang bersekolah berkisar antara 6-15 tahun. Tahap perkembangan
kognitif yang dilalui pada usia tersebut adalah
1. pra-operasional
kemampuan berbahasa
mereka dapat terasah dengan baik karena adanya program pembelajaran yang
berbentuk diskusi. Siswa dapat mengemukakan pendapat, pikiran kepada guru dan
teman-teman mereka. Selain itu, dengan cara belajar seperti ini, siswa dapat
meningkatkan rasa percaya diri dan kemandirian mereka. Setiap masalah yang ada
di alam diamati oleh siswa, dipahami dan dijadikan bahan pembelajaran dan
tambahan pengetahuan dengan sendirinya sesuai dengan pemahaman mereka. Siswa
juga meniru apa yang di lakukan oleh guru mereka kemudian dikembangkan sesuai
dengan pemahaman mereka.
2. operasional
konkret
Anak memahami
aspek-aspek kumulatif materi, seperti volume dan jumlah melalui Kebun dan
Ternak, Market Day
3. formal operasional
pelajaran pada
sekolah formal umumnya dipelajari dengan cara mengaitkan langsung teori yang
ada dengan kenyataannya, sehingga mereka mampu menghipotesiskan sendiri sesuai
dengan pemahaman mereka. Dengan sekolah alam, tidak ada mata pelajaran yang
dipelajari secara khusus. Semuanya dipelajari dengan metode tertentu secara
bersamaan. Karena kemampuan berpikir abstrak sudah berkembang dengan baik, maka
mereka dapat memahami satu pengetahuan secara keseluruhan.
Secara gambaran umum,
perkembangan moral dan sosial dari setiap siswa merupakan aspek yang juga
diamati, dikembangkan di sekolah alam ini. Melalui kegiatan yang
diselenggarakan oleh sekolah alam baik yang dipelajari langsung maupun kegiatan
penunjang lainnya mampu mengasah kemampuan sosial siswa sehingga siswa memiliki
kemampuan yang maksimal. Terlebih lagi, dasar pendirian dari sekolah alam ini
berdasarkan ajaran yang ada dalam agama, sehingga dalam penerapannya mengikuti
apa yang telah dianjurkan dalam ajaran agama. Meskipun peraturan yang ada di
sekolah ini tidak bersifat otoriter dan mengikat sepenuhnya (formal dan
konvensional seperti sekolah pada umumnya), tapi siswa diberikan pengetahuan
bahwa semua yang ada di lingkungan mereka memiliki aturan tersendiri sehingga
siswa menyadari persisnya sebagai anggota masyarakat.
PEMBELAJARAN
TEMATIK
A. Karakteristik
Perkembangan anak usia kelas awal SD
Anak yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal.
Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan mata untuk dapat memegang pensil maupun memegang gunting. Selain itu, perkembangan sosial anak yang berada pada usia kelas awal SD antara lain mereka telah dapat menunjukkan keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.
Perkembangan emosi anak usia 6-8 tahun antara lain anak telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai belajar tentang benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.
B. Cara Anak Belajar
Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.
Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
1. Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
2. Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
3. Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi .
C. Belajar dan Pembelajaran Bermakna
Belajar pada hakekatnya merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya.
Belajar bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan.
Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang/guru menjelaskan.
D. Pengertian Pembelajaran Tematik
Sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awl SD sebaiknya dilakukan dengan Pembelajaran tematik. Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:
1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;
5) Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;
6) Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;
7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
E. Landasan Pembelajaran Tematik
Landasan Pembelajaran tematik mencakup:
Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme. Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya.
Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.
Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).
F. Arti Penting Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik).
Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain: 1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; 2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; 3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; 4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; 5) Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan 6) Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh beberapa manfaat yaitu: 1) Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan, 2) Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir, 3) Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah. 4) Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat,
G. Karakteristik Pembelajaran Tematik
Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1. Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
2. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
3. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
4. Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5. Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
Anak yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal.
Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan mata untuk dapat memegang pensil maupun memegang gunting. Selain itu, perkembangan sosial anak yang berada pada usia kelas awal SD antara lain mereka telah dapat menunjukkan keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.
Perkembangan emosi anak usia 6-8 tahun antara lain anak telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai belajar tentang benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.
B. Cara Anak Belajar
Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.
Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
1. Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
2. Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
3. Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi .
C. Belajar dan Pembelajaran Bermakna
Belajar pada hakekatnya merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya.
Belajar bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan.
Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang/guru menjelaskan.
D. Pengertian Pembelajaran Tematik
Sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awl SD sebaiknya dilakukan dengan Pembelajaran tematik. Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:
1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;
5) Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;
6) Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;
7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
E. Landasan Pembelajaran Tematik
Landasan Pembelajaran tematik mencakup:
Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme. Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya.
Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.
Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).
F. Arti Penting Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik).
Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain: 1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; 2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; 3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; 4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; 5) Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan 6) Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh beberapa manfaat yaitu: 1) Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan, 2) Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir, 3) Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah. 4) Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat,
G. Karakteristik Pembelajaran Tematik
Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1. Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
2. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
3. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
4. Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5. Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar